menjauh.

4:30 AM

setelah entah berapa purnama terlewat tanpa satu pun kata darimu,
kupikir banyak hal akan kembali normal seperti dahulu.
tidak ada lagi obrolan serius, rayu menjurus, dan ucapan tulus yang mengganggu pikiranku.

namun memang sudah jadi kebiasaanmu untuk datang di saat yang tak perlu.
menembus tameng yang sebenarnya memang tidak sekuat itu.
permintaanmu selalu sama, pemberianku tak pernah absen juga.
tak terhitung riangnya hati ketika tahu karyanya masih ada yang membaca,
ditambah lagi dengan perbincangan sejenak yang memang ditunggu sejak lama.

meski sudah tahu akhirnya akan seperti apa,
diri yang bodoh ini tetap melakukan yang dikehendaki hatinya.
padahal logikanya sudah membentak hingga mengutuk untuk mengingatkan jika hal yang terjadi pasti akan sama.
entah bodoh, entah masih penuh harap, umpatnya.

dari sini, seharusnya kau sadar,
bahwa tidak semua hal selalu memiliki alasan.
sehingga harusnya, kau tak perlu repot bertanya akan sesuatu yang menurutmu tak wajar.
karena jika dipikir, setelah sejauh ini, semestinya akulah yang paling merasa heran.
mengapa setelah sudah ratusan malam berganti pagi,
rasa itu tetap tidak mau pergi?

aku menulis ini untukmu, seseorang yang aku tahu tidak akan bisa sejalan.
ini yang terakhir, semoga.
meski tiap kusebut kata akhir selalu muncul hal baru setelahnya.
kau pun mungkin tahu akan selalu ada tulisan baru yang terangkai,
tiap kali cerita baru darimu sampai.

semoga lain waktu kau datang lagi,
mungkin sekarang belum mau, pasti.
aku yakin akan selalu ada waktu untuk garis kita bertemu,
walau pada akhirnya memang tidak pernah sama yang dituju.

jatinangor, 03:42 pagi.

You Might Also Like

0 comments